Stigma Mulai Turun, Tapi Tantangan Kesehatan Mental Gen Z dan Millennials Masih Panjang
- jeviemes social
- Oct 24
- 3 min read
Selama beberapa tahun terakhir, kesadaran soal kesehatan mental di kalangan anak muda meningkat pesat. Istilah seperti burnout, self-healing, hingga boundaries kini bukan cuma milik dunia psikologi, tapi sudah jadi bagian dari percakapan sehari-hari di media sosial. Namun di balik meningkatnya literasi, tantangan besar tetap ada — terutama soal keberanian untuk benar-benar mencari bantuan.
Masih Takut Dianggap “Lemah”
Walau stigma mulai berkurang, banyak Gen Z dan Millennials masih memilih diam saat menghadapi tekanan mental. Berdasarkan survei global Deloitte 2024, hampir 6 dari 10 anak muda tidak mengungkapkan stres atau masalah mentalnya di tempat kerja. Alasannya beragam — mulai dari takut dinilai tidak profesional, takut kariernya terhambat, sampai khawatir dicap “drama” atau “tidak tahan tekanan.”
Padahal, memendam tekanan justru bisa memperburuk kondisi. Dampaknya bukan cuma emosional, tapi juga fisik. Gejala seperti insomnia, migrain, nyeri otot, hingga kelelahan kronis sering kali muncul tanpa disadari. “Kalau dibiarkan, tubuh jadi ‘berteriak’ lewat gejala fisik, karena pikiran kita sudah terlalu penuh,” jelas salah satu psikolog Jeviemes Mental Health.
Tekanan dari Dunia Digital
Media sosial memang membantu membuka ruang edukasi mental health, tapi di saat yang sama, platform seperti Instagram dan TikTok juga bisa memperkuat rasa cemas dan tidak cukup baik. Algoritma menampilkan kehidupan orang lain yang tampak “sempurna”, membuat banyak anak muda merasa tertinggal.Fenomena ini dikenal sebagai “toxic comparison” — ketika kita terus membandingkan diri dengan versi ideal orang lain. Hasilnya, muncul perasaan hampa dan kehilangan arah, meskipun secara kasat mata hidup terlihat “baik-baik saja”.
“Generasi ini tumbuh dengan tuntutan untuk always on, selalu produktif, dan nggak boleh terlihat lemah,” kata salah satu konselor klinik Jeviemes. “Padahal manusiawi banget kalau kita merasa lelah atau kehilangan motivasi.”
Budaya Hustle yang Membakar Energi
Tekanan terbesar mungkin datang dari budaya kerja itu sendiri. Banyak Millennials dan Gen Z bangga dengan gaya hidup hustle culture — bekerja tanpa henti, menambah proyek, dan mengejar pencapaian demi validasi. Tapi di balik semangat itu, ada kelelahan emosional yang sering diabaikan.
Menurut American Psychological Association, tingkat burnout di kalangan pekerja muda meningkat signifikan pascapandemi. Mereka merasa sulit menyeimbangkan karier, kehidupan pribadi, dan kesehatan mental. Ironisnya, meski paham pentingnya self-care, banyak yang merasa bersalah saat beristirahat.
Mencari Bantuan Itu Bukan Kelemahan
Masih banyak yang menganggap pergi ke psikolog atau psikiater sebagai “jalan terakhir”. Padahal, sama seperti tubuh yang butuh perawatan saat sakit, pikiran juga perlu dirawat saat mulai kewalahan.“Datang ke profesional bukan tanda kamu lemah — itu tanda kamu peduli sama diri sendiri,” ujar tim psikolog Jeviemes.
Di klinik seperti Jeviemes Mental Health, pendekatan yang digunakan juga sudah disesuaikan dengan karakter Gen Z dan Millennials: lebih hangat, santai, dan mudah dipahami tanpa istilah yang bikin takut. Pasien bisa mulai dari sesi konseling ringan, atau bahkan skrining awal untuk mengenali tingkat stres dan kecemasan mereka.
Langkah Kecil yang Bisa Dilakukan
Sebelum kondisi makin berat, ada beberapa hal sederhana yang bisa dilakukan untuk menjaga kesehatan mental:
Kenali tanda-tanda stres sejak dini. Kalau kamu sering merasa lelah tanpa alasan, mudah tersinggung, atau kehilangan minat, itu sinyal untuk istirahat atau bicara dengan profesional.
Batasi waktu layar dan paparan media sosial. Buat waktu “digital detox”, minimal satu jam sebelum tidur tanpa gadget.
Bangun rutinitas sederhana. Tidur cukup, makan teratur, dan gerak tubuh walau cuma 10 menit sehari bisa bantu menjaga keseimbangan hormon stres.
Beri ruang untuk istirahat tanpa rasa bersalah. Produktivitas tidak sama dengan nilai diri.
Cari dukungan profesional. Kamu nggak harus menanggung semuanya sendirian.
Penutup
Stigma memang mulai menurun, tapi perjalanan menuju kesejahteraan mental yang sehat masih panjang. Tantangan baru muncul dalam bentuk tekanan sosial, ekspektasi karier, dan budaya digital yang tidak pernah berhenti. Karena itu, penting bagi setiap anak muda untuk belajar berkata, “Aku capek, dan itu nggak apa-apa.”
Kalau kamu merasa mulai kewalahan atau ingin mengenali dirimu lebih dalam, Jeviemes Mental Health menyediakan layanan konseling, asesmen psikologis, dan ruang aman untuk berbagi tanpa penilaian.
Hubungi kami untuk menjadwalkan sesi pertamamu. Karena merawat diri bukan tanda lemah, tapi tanda kamu sedang belajar jadi versi terbaik dari dirimu sendiri.




Comments